Nasi Campur Bali : Kuliner Tradisional yang Menyatukan Cita Rasa Pulau Dewata.

Nasi Campur Bali : Kuliner Tradisional yang Menyatukan Cita Rasa Pulau Dewata.

Nasi Campur Bali bukan sekadar makanan ini adalah warisan budaya yang menyatukan cita rasa, filosofi, dan sejarah Pulau Dewata dalam satu piring.-Fhoto: Istimewa-

Sementara di Denpasar, pengunjung bisa menemukan tambahan lauk seperti babi guling, kulit crispy, dan jukut urab.

Komposisi nasi campur bisa berbeda tergantung pada daerah, ketersediaan bahan, serta selera pembuatnya.

BACA JUGA:Tahu Campur : Cita Rasa Khas Jawa Timur yang Tak Lekang oleh Waktu

BACA JUGA:Bakmi Jawa, Cita Rasa Tradisional yang Tak Pernah Padam di Tengah Arus Modernisasi

Meskipun demikian, satu elemen yang hampir selalu ada adalah sambal matah – sambal segar khas Bali yang terbuat dari irisan bawang merah, cabai, serai, daun jeruk, dan minyak kelapa.

Sate lilit juga menjadi lauk andalan. Dibuat dari daging ikan atau ayam yang dicincang halus dan dicampur dengan kelapa parut, rempah-rempah, lalu dililitkan pada batang serai atau bambu, sate ini menghadirkan cita rasa yang aromatik dan menggugah selera.

Tidak lengkap rasanya mengunjungi Bali tanpa mencicipi Nasi Campur Bali. Bagi banyak wisatawan asing, hidangan ini menjadi “pintu masuk” untuk mengenal masakan tradisional Indonesia.

“Saya mencicipi nasi campur pertama kali di Ubud. Rasanya sangat kompleks dan berbeda dari makanan Asia yang pernah saya coba,” ujar Laura Jenkins, wisatawan asal Australia. “Saya suka sambal matahnya dan ayam betutunya, sangat kaya rasa.”

Banyak restoran di Bali kini menyajikan nasi campur dalam versi yang lebih modern, dengan plating yang artistik dan pilihan menu yang disesuaikan dengan selera global.

Namun demikian, warung-warung kecil di pinggir jalan tetap menjadi favorit karena keotentikan rasa dan harga yang ramah di kantong.

Popularitas Nasi Campur Bali turut mendorong pertumbuhan sektor UMKM di bidang kuliner. Warung makan kecil hingga katering rumahan memanfaatkan momen ini untuk menawarkan berbagai paket nasi campur, baik untuk konsumsi langsung maupun dalam bentuk kemasan.

Made Suardani, pemilik warung “Rasa Dewata” di Gianyar, mengatakan bahwa penjualan nasi campurnya meningkat drastis sejak pandemi berakhir.

“Satu hari kami bisa menjual 300–400 porsi nasi campur, apalagi saat musim liburan. Banyak tamu dari luar negeri yang penasaran dan ingin mencoba. Kami juga mulai jualan online melalui aplikasi,” katanya.

Selain itu, banyak chef muda Bali yang mulai mengangkat nasi campur ke pentas internasional.

Mereka melakukan inovasi tanpa meninggalkan cita rasa aslinya, seperti menggunakan bahan organik, mengganti daging dengan opsi vegan, hingga menyajikannya dalam bentuk bento box modern.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: