“Keripik kaca yang asli seharusnya hanya mengandung bahan makanan biasa. Jika terasa terlalu keras atau warnanya mencolok, konsumen perlu waspada,” ujar Dr. Linda Wati, ahli gizi dari Universitas Indonesia.
Ia juga menambahkan bahwa konsumsi makanan dengan kadar pedas ekstrem secara berlebihan bisa menimbulkan gangguan pencernaan, terutama bagi anak-anak dan orang yang memiliki masalah lambung.
BPOM pun mengajak masyarakat untuk melaporkan produk mencurigakan dan lebih memilih produk dengan label dan sertifikat keamanan pangan.
Potensi Bisnis yang Menjanjikan
Terlepas dari kekhawatiran tersebut, keripik kaca tetap memiliki potensi besar di dunia bisnis kuliner.
Dengan inovasi dalam rasa dan kemasan, produk ini dapat terus berkembang dan bersaing dengan cemilan populer lainnya.
Pakar usaha mikro, Hermawan Setiawan dari Kementerian Koperasi dan UKM, menyatakan bahwa tren ini adalah peluang besar bagi pelaku UMKM.
“Keripik kaca bukan hanya soal makanan, tapi juga kreativitas dan pemasaran. Kalau pelaku usaha bisa menjaga kualitas dan keunikan produknya, pasar lokal dan internasional terbuka lebar.”
Untuk menjaga keberlanjutan tren ini, Hermawan juga menyarankan adanya pelatihan dan pendampingan dari pemerintah atau komunitas wirausaha bagi para produsen keripik kaca, khususnya dalam hal keamanan pangan, branding, dan pemasaran digital.
Keripik kaca adalah contoh bagaimana kreativitas dalam dunia kuliner bisa melahirkan tren besar, bahkan dari bahan sederhana.
Namun di balik itu, penting bagi konsumen untuk tetap selektif dan bagi produsen untuk menjaga kualitas serta keamanan produk.
Jika dilakukan dengan benar, keripik kaca bisa menjadi ikon baru kuliner Indonesia yang tak hanya viral, tapi juga berdaya saing tinggi.*