Profesor Tan Malaka dan Dedikasi Tanpa Batas Untuk Kemajuan K3 di Indonesia

Profesor Tan Malaka dan Dedikasi Tanpa Batas Untuk Kemajuan K3 di Indonesia

Prof. dr. Tan Malaka, MOH., DrPH., SpOK., HIU Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.---ist

“Saya tidak mendapatkan lahan untuk bisa mengaplikasikan ilmu ini di Sumsel dan di Universitas Sriwijaya, saat itu praktis tidak ada kegiatan terkait K3,” kata Prof Tan seperti dituliskannya dalam buku tersebut.

Hari, bulan dan tahun berganti. Hingga pada awal 1980-an Prof Tan berkesempatan mengenal dekat Menteri Negara Lingkungan Hidup Prof Emil Salim. Kedekatan itu bermula ketika Prof Tan menjadi pendiri sekaligus didaulat menjadi ketua pertama Pusat Studi Lingkungan (PSL) Unsri. 

Prof Emil Salim kala itu aktif memberikan dorongan kepada para pemuda untuk belajar sampai ke tahap doktoral. Prof Emil Salim mendapat dukungan dana yang cukup untuk beasiswa dari UNDP yang diatur oleh Prof Soeratno, kepala PSL-IPB. Setelah beberapa waktu ternyata sulit mencari kandidat doktoral dari berbagai universitas. Prof Tan pun terdorong untuk ikut sekolah ke luar negeri kedua kalinya. 

Karena nilai Bahasa Inggris yang cukup bagus, Prof Tan diterima di beberapa Universitas di USA dan Australia. Namun sang isteri tercinta Mastura Tusin memberi saran agar Prof Tan memilih Universitas Hawaii sebagai tempatnya menimba ilmu. Ini mengingat kondisi cuacanya mirip negara tropis. 

“Tampaknya dia memikirkan kesehatan saya karena saya punya bawaan asthma bronchiale,” ujar peraih Asia Pacific Academic Consortium of Public Health (APACPH), Award on Occupational Health, 2010 ini.

Di Honolulu, pada awal 1985, Chairman Indonesian Society of Industrial Hygiene Professionals (PPHII) ini belajar di University of Hawaii at Manoa. Dalam korenspondensi awal dia memilih calon pembimbing Prof Arthur Kodama, seorang Physiologist yang memiliki bidang kajian tentang Kesehatan Kerja. 

Kembali, di lembah Manoa ini minat Prof Tan tentang Occupational Health mendapat kesempatan untuk berkembang dibawah bimbingan 5 promotor. Kelima promotor itu yakni Prof Arthur Kodama, Prof G Baruffi, Prof D Miller, Dr. Kirk Smith dan Dr. McGee. Prof Tan memilih judul disertasi Respiratory Health of Plywood Workers Occupationally Exposed to Formaldehyde

Karena tidak ingin meneliti ‘problem Amerika’ maka dia pulang ke Indonesia untuk penelitian, yaitu di Gresik. Setelah disertasi selesai dan di publikasikan, dengan gelar akademik Doctor of Public Health (DRPH) Prof Tan diminta mengajar jadi asisten Prof Kodama terutama untuk mahasiswa asal Asia Tenggara dan Kepulauan pasifik. 

“Rasanya saya mendapat pekerjaan yang bagus dan tidak ingin pulang cepat, mengingat ilmu K3 saya kurang dihargai di Unsri/Sumsel,” ujar Prof Tan. 

Namun tidak lama dari itu Prof Tan dipanggil oleh Prof Emil Salim untuk pulang ke Indonesia guna membantu mengembangkan ilmu yang ia peroleh di luar negeri. Dengan dorongan dan izin Prof Emil Salim akhirnya pada pengujung tahun 1988 Prof Tan kembali ke Indonesia dan mengajar kembali di Unsri Palembang.

 

Bekerja Sebagai Dokter Kesehatan Kerja (OH Physician)

Kembali ke Palembang Indonesia, terjadi lagi stagnasi dalam karier Prof Tan. Hal ini karena pimpinan universitas sama sekali tidak memiliki plan untuk SDM dengan level doktoral yang baru selesai dari mancanegara. 

Untungnya hal ini tidak berlangsung lama karena Rektor Universitas Indonesia (UI) bersurat ke Rektor Unsri meminta Prof Tan mengajar di FKM UI Depok pada bidang Kesehatan Kerja dan Menteri Negara LH juga memang memerlukan partisipasi Prof Tan di bidang Kesling. 

Pada saat yang sama datang pula kesempatan berharga menjadi dokter perusahaan di sebuah perusahaan migas raksasa internasional Shell Indonesia. Dengan demikian pada awal 1991 mulailah Prof Tan meniti karier sebagai praktisi di bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang memiliki ‘touch’ ke dunia nyata di lapangan dan ini berlangsung sekitar 10 tahun. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: