Pilkada Ulang Akibat Kekalahan Calon Tunggal Melawan Kotak Kosong Digelar 25 September 2025

Pilkada Ulang Akibat Kekalahan Calon Tunggal Melawan Kotak Kosong Digelar 25 September 2025

Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara dan Kepala Daerah dalam Pilkada 2024.-Palpos.id-Dokumen Palpos.id

Jumlah ini menunjukkan adanya pola yang berulang, di mana calon tunggal terus bermunculan dalam berbagai daerah di Indonesia.

Jika ditarik ke belakang, pada Pilkada 2015 terdapat tiga calon tunggal dari total 269 daerah yang melaksanakan pilkada.

Jumlah ini terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Pada Pilkada 2017, terdapat sembilan calon tunggal dari 107 daerah. 

BACA JUGA:Pilkada OKI 2024: Muchendi-Supriyanto Ajak Adu Program dan Solusi untuk Membangun Daerah

BACA JUGA:Usai Penetapan Nomor Urut, Ini Pernyataan 3 Paslon Pilkada Prabumulih 2024

Di Pilkada 2018, jumlah ini bertambah menjadi 16 dari 171 daerah, dan pada Pilkada 2020 mencapai 25 calon tunggal dari 270 daerah. 

Tren ini mencerminkan adanya stagnasi dalam sistem politik di tingkat lokal, di mana partai-partai politik tidak mampu menghasilkan calon alternatif yang layak sehingga satu-satunya calon yang tersedia adalah calon tunggal.

Kekhawatiran Legitimasi Pemimpin

Pengamat politik dari Universitas Padjadjaran, Caroline Paskarina, menyebut fenomena calon tunggal sebagai indikasi stagnasi politik di Indonesia. 

Menurut Caroline, fenomena ini bukan hanya menunjukkan lemahnya sistem politik lokal, tetapi juga mencerminkan buruknya proses pengkaderan di partai-partai politik. 

BACA JUGA:KASN Dibubarkan Jelang Pilkada Serentak: Puluhan Pegawai Dialihtugaskan ke KemenPANRB

BACA JUGA:Ricuh Pilkada Palembang 2024: Dua Korban Penusukan di Tengah Massa, Polisi dan Pendukung Paslon Luka Parah

Partai politik cenderung lebih memilih bergabung dalam koalisi besar daripada menyiapkan kader sendiri untuk bersaing secara sehat.

"Partai politik lebih cenderung mencari aman dengan mendukung calon tunggal yang sudah kuat, dibandingkan berisiko kalah dengan mencalonkan kandidat alternatif. Hal ini menciptakan situasi di mana tidak ada kompetisi yang sehat dan demokratis dalam pilkada," ujar Caroline.

Selain itu, fenomena kotak kosong juga dapat mempengaruhi legitimasi pemimpin yang terpilih. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: