Kue Bangkit : Warisan Rasa Tradisional yang Kembali Bangkit di Tengah Modernisasi

Kue Bangkit bukan sekadar camilan ia adalah rasa rumah, cerita masa kecil, dan warisan budaya Melayu yang tak lekang oleh waktu.-Fhoto: Istimewa-
PALPOS.ID — Di tengah gempuran kuliner modern dan makanan kekinian, kue bangkit — salah satu kue tradisional khas Melayu — perlahan kembali mencuri perhatian masyarakat, terutama menjelang momen-momen penting seperti Hari Raya Idulfitri.
Dengan teksturnya yang rapuh dan rasa manis yang khas, kue bangkit menjadi simbol kenangan masa kecil bagi banyak orang Indonesia, khususnya di wilayah Sumatra dan sekitarnya.
Kue bangkit dikenal sebagai salah satu kue kering khas Riau, Jambi, Sumatera Barat, dan Malaysia bagian barat.
Nama "bangkit" sendiri merujuk pada karakteristik unik kue ini yang "mengembang" atau "bangkit" ketika dipanggang.
BACA JUGA:Kembali Populer, Kuih Lampang Jadi Daya Tarik Warisan Kuliner Nusantara
BACA JUGA:Wajid, Cita Rasa Tradisional yang Bertahan di Tengah Modernisasi Kuliner
Terbuat dari tepung sagu, santan, dan gula, kue ini memiliki tekstur ringan, mudah hancur di mulut, dan meninggalkan rasa gurih yang khas.
Menurut budayawan Melayu Riau, Dr. Nuraini Sari, kue bangkit sudah ada sejak zaman dahulu dan sering dihidangkan dalam acara adat, pernikahan, hingga sebagai sajian wajib di Hari Raya.
“Kue bangkit bukan sekadar makanan, tetapi bagian dari identitas budaya.
Ia membawa serta cerita tentang rumah, keluarga, dan kebersamaan,” ujar Nuraini.
BACA JUGA:Bingka Labu : Kelezatan Tradisional yang Tetap Eksis di Tengah Perubahan Zaman
BACA JUGA:Pulut Serondeng : Hidangan Khas yang Memikat Selera
Dalam kebudayaan Melayu, kue bangkit sering dibuat secara gotong-royong oleh ibu-ibu kampung menjelang lebaran.
Proses pembuatan yang memakan waktu dan ketelitian tinggi menjadi simbol kebersamaan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: