Kue Bangkit : Warisan Rasa Tradisional yang Kembali Bangkit di Tengah Modernisasi

Kue Bangkit : Warisan Rasa Tradisional yang Kembali Bangkit di Tengah Modernisasi

Kue Bangkit bukan sekadar camilan ia adalah rasa rumah, cerita masa kecil, dan warisan budaya Melayu yang tak lekang oleh waktu.-Fhoto: Istimewa-

“Membuat kue bangkit tidak bisa terburu-buru.

Santannya harus kental, sagu harus dijemur dulu, dan cetakan kue biasanya dipakai turun-temurun dari nenek ke ibu, lalu ke anak perempuan,” jelas Nuraini.

BACA JUGA:Nikmatnya Mango Sticky Rice: Perpaduan Manis Gurih yang Mendunia

BACA JUGA:Thai Rice Noodle, Hidangan Lezat Thailand yang Kian Diminati Pecinta Kuliner di Indonesia

Di era digital ini, banyak pelaku usaha kuliner muda yang mencoba mengangkat kembali kue bangkit sebagai produk unggulan.

Salah satunya adalah Lina Maharani (29), pemilik UMKM Bangkit Lina di Pekanbaru.

Ia mulai memproduksi kue bangkit sejak pandemi 2020, ketika masyarakat kembali melirik makanan rumahan dan tradisional.

“Awalnya hanya buat untuk keluarga, tapi karena banyak yang suka, saya coba pasarkan lewat media sosial.

Ternyata peminatnya luar biasa, bahkan sampai ke Jakarta dan Bandung,” kata Lina.

Ia kini memproduksi ratusan toples kue bangkit setiap bulan, terutama menjelang Ramadan dan Lebaran.

Lina juga melakukan inovasi pada varian rasa, seperti kue bangkit pandan, keju, dan bahkan red velvet.

“Kami tetap mempertahankan resep tradisional, tapi memberi sedikit sentuhan modern agar bisa dinikmati semua kalangan,” imbuhnya.

Pembuatan kue bangkit tidak semudah membuat kue kering biasa.

Tepung sagunya harus dijemur terlebih dahulu agar kadar airnya rendah, sehingga menghasilkan kue yang rapuh dan tidak keras.

Santan yang digunakan pun harus dimasak hingga berminyak agar aromanya keluar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: