Kue Mendut : Warisan Kuliner Nusantara yang Tetap Eksis di Tengah Arus Modernisasi

Kue Mendut : Warisan Kuliner Nusantara yang Tetap Eksis di Tengah Arus Modernisasi

Kue mendut, lebih dari sekadar jajanan pasar! Dengan kulit ketan kenyal dan isian kelapa manis, kue ini memegang peran penting dalam budaya Jawa. -Fhoto: Istimewa-

Menurut Ibu Sri Wahyuni, seorang pembuat jajanan pasar di Pasar Beringharjo, Yogyakarta, kue mendut tidak pernah kehilangan penggemar meski usianya telah ratusan tahun.

“Anak-anak muda sekarang mulai penasaran lagi sama kue tradisional.

BACA JUGA:Sengkulun : Kue Tradisional yang Mulai Bangkit dari Keterlupaan

BACA JUGA: Sayur Babanci, Warisan Kuliner Betawi yang Hampir Punah

Mereka suka coba karena bentuknya lucu dan rasanya unik. Kadang mereka juga beli buat oleh-oleh atau hantaran,” ujarnya saat ditemui di lapaknya, Senin pagi.

Sejarah kue mendut sendiri tidak dapat dipisahkan dari budaya Jawa.

Nama "mendut" kemungkinan besar berasal dari kawasan di sekitar Candi Mendut di Magelang, Jawa Tengah.

Dalam berbagai upacara adat Jawa seperti slametan, pernikahan, atau tedak siten (ritual bayi belajar berjalan), kue mendut sering hadir sebagai simbol manisnya kehidupan dan pengharapan akan rezeki.

Namun, perjalanan kue mendut tidak selalu mulus. Di era modern ini, tantangan datang dari perubahan gaya hidup masyarakat, terutama di kota-kota besar.

Banyak orang yang mulai beralih ke makanan praktis dan instan.

Produksi kue tradisional seperti mendut yang membutuhkan waktu dan tenaga menjadi semakin terbatas.

Melihat hal itu, sejumlah pegiat kuliner dan komunitas budaya mulai mengambil langkah untuk melestarikan keberadaan kue mendut.

Salah satunya adalah komunitas Lestari Jajanan Pasar yang rutin mengadakan kelas memasak kue tradisional bagi generasi muda.

Dalam kelas tersebut, peserta tidak hanya belajar membuat kue, tetapi juga mempelajari sejarah dan filosofi di balik setiap hidangan.

“Kami ingin anak-anak muda tahu bahwa kue seperti mendut bukan hanya makanan, tapi bagian dari identitas budaya kita,” ujar Rahma Dwi Lestari, koordinator komunitas tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: