Dugaan Korupsi Proyek Pasar Cinde: Mantan Wako Palembang Harnojoyo Ditetapkan Tersangka dan Ditahan di Rutan

Dugaan Korupsi Proyek Pasar Cinde: Mantan Wako Palembang Harnojoyo Ditetapkan Tersangka dan Ditahan di Rutan Pakjo. foto: penkum kejati sumsel--
Salah satu tersangka merupakan mantan Gubernur Sumsel dua periode, Alex Noerdin yang kini masih menjalani hukuman di Lapas Pakjo Palembang.
Pengumuman penetapan tersangka ini disampaikan langsung oleh Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sumsel, Umaryadi, didampingi oleh Kasi Penkum Vanny Yulia Eka Sari, dalam konferensi pers di Gedung Kejati Sumsel, Rabu malam (2/7/2025).
Selain Alex Noerdin, tiga nama lainnya juga ditetapkan sebagai tersangka, yakni:
1. Edi Hermanto – Ketua Panitia Pengadaan Badan Usaha Mitra Kerja Sama Bangun Guna Serah (BGS).
Saat ini Edi diketahui masih menjalani hukuman dalam kasus korupsi lain.
2. Eldrin Tando – Direktur PT Magna Beatum, perusahaan mitra dalam proyek Pasar Cinde.
3. Rainmar Yousnaldi – Kepala Cabang PT Magna Beatum.
Alex Noerdin sendiri saat ini tengah menjalani hukuman 12 tahun penjara setelah divonis bersalah dalam dua kasus korupsi sebelumnya: kasus pembangunan Masjid Raya Sriwijaya dan pembelian gas bumi melalui PT PDPDE.
Dengan penetapan terbaru ini, nama Alex kembali mencuat ke permukaan sebagai simbol ironi dari pemimpin daerah yang dulunya disebut 'bapak pembangunan', kini menjadi langganan tersangka korupsi.
Keempat tersangka dijerat dengan:
Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001; Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor; Pasal 13 UU Tipikor; Serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Menurut Aspidsus Umaryadi, modus korupsi bermula dari rencana pemanfaatan aset milik Pemprov Sumsel untuk menunjang pelaksanaan Asian Games 2018.
Proyek revitalisasi Pasar Cinde dijalankan melalui skema Bangun Guna Serah (BGS), di mana mitra swasta diminta membangun dan mengelola pasar dalam jangka waktu tertentu, lalu menyerahkannya kembali ke pemerintah.
Namun, dalam implementasinya, proses pengadaan mitra tidak sesuai prosedur. PT Magna Beatum selaku mitra tidak memenuhi kualifikasi.
Meski demikian, kontrak tetap diteken, dan lebih parah lagi, perjanjian tersebut melanggar peraturan perundang-undangan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: berbagai sumber