DPPA OKI Catat 12 Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak

DPPA OKI Catat 12 Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak

Sekretaris Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (DPPA) Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Dwi Dian Ekawati.-Palpos.id-

KAYUAGUNG, PALPOS.ID - Per Juli 2022, Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (DPPA) Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) mencatat sebanyak 12 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Kepala DPPA OKI, Hj Arianti melalui Sekretaris Dinas, Dwi Dian Ekawati mengatakan, 12 kasus tersebut terdiri dari 6 orang perempuan dan 6 orang anak di bawah umur.

"Untuk bentuk kekerasannya beragam, seperti pelecehan dan juga perebutan hak asu anak. Karena yang namanya kekerasan ini bukan hanya dalam bentuk fisik tetapi juga psikis anak," ungkapnya didampingi Sub Koordinator Perlindungan Khusus Anak, Inke Mari SKM, Selasa, 08 November 2022.

Ia menambahkan, kasus kekerasan pada perempuan dan Anak di tahun 2022 ini masih belum bisa dipastikan naik turunnya. Karena menurutnya, laporan baru sebatas bulan Juli atau belum sampai ujung tahun.

BACA JUGA:Satpol PP dan Damkar OKI Gelar Penertiban Penutupan Jalan SMKN 3 Kayuagung

"Untuk kasus yang banyak tercatat di DPPA OKI yaitu pada tahun 2021 yakni ada 37 kasus terdari dari 10 anak dan 27 perempuan.

Sedangkan pada tahun 2020 berjumlah 29 kasus terdiri dari 15 anak dan 9 perempuan," ujarnya.

Dikatakannya ini, mereka menilai, kasus kekerasan pada perempuan dan anak ini meningkat karena selama ini dinilai tabu. Dimana semenjak mereka melakukan sosialisasi, masyarakat mulai berani melapor.

"Kitakan ada UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak. Jadi anak atau perempuan yang menjadi korban bisa dibawa kesana, tidak ada biaya.

BACA JUGA:Diskominfo OKI Kenalkan Literasi Digital kepada Pelajar

Namun, paling hanya membawa KTP dan KK, serta kalau tidak ada Akte bisa kita buatkan melalui kerjasama dengan Capil," tuturnya.

Masih kata Dwi, biasanya para korban kekerasan akan mengalami trauma dan juga ada yang tidak mau keluar rumah karena takut dibully oleh orang lain. Oleh karena itu menurutnya, di UPTD mereka menyiapkan seorang Psikolog.

"Jadi dengan adanya Psikolog ini diharapkan dapat menumbuhkan kembali semangat mereka.

Dan sedikit demi sedikit mengurangi trauma yang dialami atau membuat mereka kembali percaya diri untuk keluar rumah lagi," jelasnya.

BACA JUGA:Polres OKI Gelar Patroli Dialogis di Seputar SMKN 3 Kayuagung

Lebih lanjut, dalam rumah tangga, kekerasan biasanya terjadi karena faktor ekonomi dan orang ketiga.

Ditambah maraknya teknologi sekarang memiliki dampak negatif, dimana penggunaannya tidak terkontrol dan disalahgunakan.

"Makanya perlu pengawasan orang tua terhadap anaknya. Misalnya penggunaan itu jangan lebih dari waktu sekolah atau paling tidak dibatasi.

Dan juga upaya kita, untuk korban yang tidak ingin sekolah bisa dipaketkan A,B, atau C bekerjasama dengan Dinas Pendidikan.

BACA JUGA:Regsosek Night Cara BPS OKI Data Tunawisma Malam Hari

Atau dipindahkan ke sekolah lain jika dia masih mau sekolah dan itupun kalau dia mau," imbuhnya.

Lebih jauh, untuk anak yang tidak sekolah, mereka bekerjasama dengan Disnakertrans untuk bekerja.

Dengan harapan, kalau pun tidak menghilangkan, paling tidak dengan memberikan pelatihan bisa mengurangi rasa trauma dan menimbulkan kemauan untuk terus melanjutkan hidup.

"Perlu diketahui, untuk bentuk kekerasan sendi ada 5 diantaranya, psikis, fisik, ekonomi, dan penelantaran, dan seksual," tutupnya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: