Pernyataan Soal Kampanye dan Keberpihakan, Pengamat : Presiden Jokowi Gagal Sebagai Figur Negarawan
M Haekal Al Haffafah S Sos, M.Sos. f IST--
POLITIK, PALPOS.ID - Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait dirinya selaku presiden yang juga punya kedudukan di partai politik termasuk juga menteri dan pejabat negara boleh berkampanye dan memihak ke salah satu pasangan calon presiden (capres) menjadi viral di media sosial (medsos) dan juga menjadi kontroversi hingga dan perbincangan hangat di kalangan masyarakat.
Pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang memungkinkan seorang presiden untuk berkampanye dan memihak kepada pasangan calon presiden telah menimbulkan beragam tanggapan dan reaksi yang salah satunya dari Pengamat Politik Universitas Sriwijaya (Unsri), M Haekal Al Haffafah S Sos, M.Sos.
Haekal mengatakan, bahwa dalam hal ini, publik sepakat bahwa pernyataan Presiden harus dilihat secara politik, hal ini mengkonfirmasi bahwa bandul politik Jokowi bergerak bersamaan agenda memenangkan Prabowo-Gibran dengan satu putaran.
BACA JUGA:Pejabat Negara Boleh Memihak Salah Satu Capres? Ini Tanggapan PJ Walikota Lubuklinggau
BACA JUGA:PMB Sumsel Pertanyakan Renovasi Gedung KPU Sumatera Selatan? Ini Alasannya...
"Dalam hal ini, publik semakin yakin statemen Presiden boleh kampanye diungkapkan diminggu-minggu akhir menjelang masa tenang, karena gerakan penolakan tak bisa terkonsolidasi dalam waktu singkat," ujarnya, Minggu 28 Januari 2024.
Bukan hanya problem moralitas, lanjut Haekal, pemilu presiden 2024 diyakini tidak akan berjalan secara fair karena presiden menjadi ketua dewan pemenangan salah satu calon.
"Kita bisa membanyangkan posisi PJ-PJ Kepala Daerah yang jumlahnya ratusan itu akan terseret dalam konflik politik, padahal mereka adalah orang yang tidak dipilih rakyat melainkan ditunjuk oleh Mendagri yang merupakan tangan kanan Presiden," tandasnya.
BACA JUGA:AMSI dan KPU RI Bersatu Melawan Hoaks: Nota Kesepahaman untuk Cegah Berita Bohong dalam Pemilu
BACA JUGA:Sekda OI: ASN Tak Netral Bisa Diberhentikan Secara Permanen
Tentu konflik of interest kata Haekal, tak terhindarkan, belum lagi jika melihat posisi TNI-POLRI yang merupakan alat negara dibawah presiden.
"Sementara Sang Presiden bersikap tidak netral. Dalam konteks ini, pararel dengan peristiwa politik sebelumnya, kita harus katakan dengan berat hati bahwa Presiden gagal menjadi figur yang negarawan,” tukasnya. ***
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: