Kue Rangi : Penganan Tradisional Betawi yang Tetap Eksis di Tengah Modernisasi

Gurih, manis, dan penuh cerita. Kue Rangi, jajanan legendaris Betawi yang tak lekang oleh waktu.-Fhoto: Istimewa-
PALPOS.ID - Di tengah gempuran makanan modern dan tren kuliner kekinian, Kue Rangi tetap bertahan sebagai salah satu ikon kuliner tradisional Betawi.
Kue yang sederhana namun kaya rasa ini berhasil mencuri perhatian banyak kalangan, dari generasi tua hingga kaum muda yang mulai melirik kembali makanan tradisional sebagai bagian dari identitas budaya.
Kue Rangi, yang juga dikenal sebagai sagu rangi, merupakan kue tradisional khas Betawi yang terbuat dari campuran tepung sagu dan parutan kelapa.
Adonan ini kemudian dimasak di atas cetakan khusus yang menyerupai cetakan kue pancong.
BACA JUGA:Pempek : Kuliner Legendaris dari Palembang yang Mendunia
BACA JUGA:Gambas Untuk Jantung Sehat hingga Kulit Glowing!
Setelah matang, kue disajikan dengan siraman saus gula merah kental yang dicampur sedikit nangka atau vanila, menciptakan perpaduan rasa gurih dan manis yang khas.
Meski tampak sederhana, proses pembuatan Kue Rangi membutuhkan ketelatenan.
Menurut Ibu Lilis (58), penjual kue rangi di kawasan Rawamangun yang telah berjualan sejak 1987, menjaga konsistensi rasa adalah tantangan utama dalam mempertahankan usaha kecil ini.
“Sekarang bahan makin mahal, tapi saya tetap pakai kelapa parut segar dan sagu asli.
BACA JUGA:Donat Ubi Lumer Isi Pisang dan Strawberry, Camilan Sehat dan Lezat dalam 45 Menit
BACA JUGA:Bubur Manado Tinutuan : Warisan Kuliner Nusantara yang Menggugah Selera
Banyak yang coba-coba pakai tepung lain biar murah, tapi rasanya jadi beda.
Pelanggan lama bisa langsung tahu,” ujarnya sambil membalik kue yang sedang dimasak.
Tak hanya di Jakarta, Kue Rangi kini mulai dikenalkan ke luar daerah bahkan ke luar negeri.
Melalui berbagai festival kuliner nusantara, kue ini kerap menjadi perwakilan kuliner Betawi yang disukai wisatawan.
BACA JUGA:Soto Banjar, Hidangan Khas Kalimantan Selatan yang Menembus Sekat Budaya dan Generasi
BACA JUGA:Ayam Betutu, Warisan Kuliner Bali yang Kian Mendunia
Rasanya yang unik dan tampilannya yang khas, terutama siraman gula merah yang kental di atas permukaan kue yang renyah, memberikan pengalaman baru bagi penikmat kuliner dari berbagai daerah.
Salah satu pengunjung Festival Kuliner Nusantara 2025 di Jakarta Convention Center, Rizka Maulidina (27), mengatakan dirinya baru pertama kali mencoba Kue Rangi dan langsung menyukainya.
“Rasanya unik banget, beda dari kue-kue manis biasanya.
Gurihnya dapet, manisnya juga pas. Kayak nostalgia walau saya baru nyoba pertama kali,” kata Rizka sambil mengabadikan kue tersebut untuk dibagikan di media sosial.
Kue Rangi kini juga mulai hadir dalam kemasan modern.
Sejumlah pelaku UMKM kuliner di Jakarta dan sekitarnya telah berinovasi dengan menjual kue rangi instan, bahkan ada yang memasarkan dalam bentuk beku (frozen food) agar bisa dikirim ke luar kota.
Salah satunya adalah usaha rumahan “Rangi Betawi Asli” milik pasangan muda Dimas dan Rani di Depok.
“Kami ingin generasi muda tetap bisa menikmati kue tradisional tanpa repot.
Makanya kami buat dalam bentuk frozen, tinggal dipanggang dan disiram saus gula merah. Bisa untuk stok di rumah,” ujar Dimas.
Menurut Dimas, sejak memasarkan produknya secara daring melalui platform e-commerce dan media sosial, penjualan Kue Rangi dalam kemasan beku mengalami peningkatan pesat, terutama menjelang hari-hari besar seperti Idulfitri dan HUT Jakarta.
Namun demikian, tidak sedikit yang merasa bahwa menikmati Kue Rangi secara langsung dari penjual tradisional tetap memberikan sensasi berbeda.
“Kalau langsung beli di abang-abang pakai gerobak, rasanya lebih otentik.
Mungkin karena masih hangat dan dimasak di tempat,” kata Indra, warga asli Tanah Abang yang kerap membeli kue rangi sepulang kerja.
Sayangnya, eksistensi penjual Kue Rangi keliling dengan gerobak kini mulai berkurang, terutama karena faktor usia dan regenerasi yang belum berjalan mulus.
Banyak generasi muda Betawi yang enggan melanjutkan usaha orang tuanya berjualan kue rangi karena dianggap kurang menguntungkan atau tidak modern.
Menanggapi hal ini, Dinas Kebudayaan DKI Jakarta telah bekerja sama dengan berbagai komunitas pelestari kuliner untuk memberikan pelatihan dan dukungan modal bagi UMKM yang fokus pada makanan tradisional.
Salah satu programnya adalah pelatihan pembuatan kue tradisional yang digelar secara rutin di beberapa wilayah seperti Condet, Setu Babakan, dan Marunda.
“Kue Rangi adalah bagian dari warisan budaya tak benda.
Kami ingin terus mendorong agar makanan khas Betawi ini tetap lestari dan bisa dikenalkan lebih luas,” ujar Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, Dra. Yuniarto Wibowo, M.Hum.
Melestarikan Kue Rangi bukan hanya soal menjaga resep atau cara memasaknya, tetapi juga mempertahankan nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya.
Dari gerobak sederhana di sudut jalan hingga festival berskala nasional, Kue Rangi menjadi simbol kehangatan dan kebanggaan masyarakat Betawi.
Di era modernisasi seperti saat ini, keberadaan Kue Rangi menunjukkan bahwa makanan tradisional tak harus tergeser oleh tren global.
Justru, dengan inovasi dan pelestarian yang tepat, kuliner seperti Kue Rangi dapat menjadi kekuatan budaya yang menyeimbangkan arus modern dan kearifan lokal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: