Jalangkote : Kelezatan Gorengan Khas Makassar yang Terus Bertahan di Tengah Arus Modernisasi

Kelezatan yang tak lekang oleh waktu! Jalangkote, gorengan khas Makassar, tetap menjadi favorit meski zaman terus berubah. -Fhoto: Istimewa-
PALPOS.ID — Di tengah maraknya makanan cepat saji dan tren kuliner modern, jalangkote tetap menjadi salah satu ikon kuliner tradisional yang digemari masyarakat Sulawesi Selatan, khususnya di Kota Makassar.
Makanan ringan berbentuk setengah lingkaran ini tidak hanya sekadar camilan biasa, tetapi juga mencerminkan kekayaan budaya dan kearifan lokal masyarakat Bugis-Makassar.
Jalangkote mirip dengan pastel, namun memiliki ciri khas tersendiri, baik dari segi isian maupun bumbu pelengkapnya.
Biasanya berisi campuran bihun, wortel, kentang, dan telur yang dibumbui secara khas, lalu dibungkus dengan kulit tipis dari adonan tepung terigu dan digoreng hingga renyah.
BACA JUGA:Kue Rangi : Penganan Tradisional Betawi yang Tetap Eksis di Tengah Modernisasi
BACA JUGA:Pempek : Kuliner Legendaris dari Palembang yang Mendunia
Yang membuatnya unik adalah saus cuka cabai manis yang disajikan sebagai pelengkap, memberikan rasa pedas-manis-asam yang menggugah selera.
Menurut budayawan lokal, jalangkote berasal dari perpaduan budaya lokal dan pengaruh asing yang datang melalui pelabuhan Makassar sejak abad ke-16.
Makanan ini awalnya hanya disajikan pada acara-acara adat seperti mappacci atau perayaan menjelang pernikahan.
Namun seiring waktu, jalangkote berkembang menjadi camilan sehari-hari yang bisa ditemukan hampir di setiap sudut kota.
BACA JUGA:Gambas Untuk Jantung Sehat hingga Kulit Glowing!
BACA JUGA:Donat Ubi Lumer Isi Pisang dan Strawberry, Camilan Sehat dan Lezat dalam 45 Menit
“Nama 'jalangkote' sendiri diyakini berasal dari dua kata: 'jalan' dan 'kote', yang dalam bahasa lokal berarti 'dibawa berjalan'.
Artinya, makanan ini mudah dibawa dan dimakan saat bepergian,” jelas Dr. Nurhayati, peneliti budaya dari Universitas Hasanuddin.
Meski banyak kuliner modern bermunculan, jalangkote tidak kehilangan pamornya.
Bahkan, banyak pelaku UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) yang menjadikan jalangkote sebagai produk andalan mereka.
BACA JUGA:Bubur Manado Tinutuan : Warisan Kuliner Nusantara yang Menggugah Selera
BACA JUGA:Soto Banjar, Hidangan Khas Kalimantan Selatan yang Menembus Sekat Budaya dan Generasi
Salah satunya adalah Nurul, seorang pengusaha kuliner yang sudah 10 tahun menggeluti bisnis jalangkote rumahan di daerah Panakkukang, Makassar.
“Saya mulai dari menjual lima lusin per hari. Sekarang, alhamdulillah, bisa sampai 300 biji sehari, apalagi kalau bulan Ramadan.
Orang-orang suka karena rasanya tetap autentik dan harganya terjangkau,” kata Nurul sambil menunjukkan dapur produksinya yang penuh aktivitas.
Inovasi pun dilakukan agar jalangkote tetap relevan.
Beberapa penjual mulai menambahkan isian baru seperti daging ayam, tuna, bahkan keju dan kornet untuk menarik perhatian generasi muda.
Meskipun begitu, jalangkote klasik dengan isian bihun dan sayuran tetap menjadi favorit.
Tak hanya laris di pasar lokal, jalangkote kini mulai merambah pasar nasional berkat perkembangan teknologi dan e-commerce.
Banyak UMKM memanfaatkan platform seperti Tokopedia, Shopee, dan Instagram untuk memasarkan jalangkote beku yang bisa dikirim antar kota.
Dinas Pariwisata Sulawesi Selatan pun mendukung promosi jalangkote sebagai bagian dari diplomasi kuliner.
Dalam berbagai event promosi daerah, jalangkote kerap dijadikan salah satu sajian utama.
“Kita ingin memperkenalkan makanan khas Sulsel tidak hanya di tingkat nasional, tetapi juga internasional.
Jalangkote punya potensi karena tampilannya menarik, rasanya lezat, dan cocok di lidah siapa saja,” ujar Kepala Dinas Pariwisata Sulsel, Andi Baso.
Meski memiliki pasar yang cukup kuat, para pelaku usaha jalangkote tetap menghadapi sejumlah tantangan, seperti naiknya harga bahan baku dan sulitnya menjaga kualitas produk dalam skala besar.
Belum lagi isu regenerasi pelaku usaha yang menjadi kekhawatiran banyak pihak.
“Anak-anak muda sekarang lebih tertarik pada bisnis digital.
Padahal kuliner tradisional seperti jalangkote juga punya peluang besar kalau dikemas dengan cara yang tepat,” tambah Dr. Nurhayati.
Untuk itu, kolaborasi antara pelaku usaha, pemerintah, dan institusi pendidikan dianggap penting agar kuliner tradisional seperti jalangkote tetap bertahan dan berkembang.
Program pelatihan, sertifikasi halal, hingga bantuan pemasaran menjadi bentuk dukungan yang dibutuhkan.
Jalangkote bukan sekadar gorengan. Ia adalah simbol budaya, identitas lokal, dan semangat kewirausahaan masyarakat Makassar.
Di tengah arus globalisasi yang begitu deras, keberadaan jalangkote menjadi bukti bahwa warisan kuliner tradisional masih memiliki tempat istimewa di hati masyarakat — baik sebagai sajian harian, pelengkap acara adat, maupun sebagai bagian dari promosi budaya Indonesia ke dunia.
Dengan inovasi yang tepat dan dukungan yang berkelanjutan, jalangkote bukan hanya akan bertahan, tetapi juga berkembang menjadi bagian dari wajah baru kuliner nusantara yang membanggakan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: