Skirpsi Tidak Lagi Jadi Syarat Kelulusan, Ini Tanggapan Mahasiswa di Kota Lubuklinggau
Rah Zainal Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bina Insani Kota Lubuklinggau--
LUBUKLINGGAU, PALPOS.ID - Skripsi tidak lagi menjadi syarat kelulusan bagi mahasiswa Strata-1 (S1) atau Diploma-4 (D4).
Sebaliknya syarat kelulusan akan diserahkan kepada setiap kepala program (kaprodi) pendidikan di Perguruan Tinggi (PT).
Hal itu diatur secara resmi oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim, melalui Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) No 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi, belum lama ini.
Kabar tersebut ternyata sudah sampai ke pelosok negeri dan mendapat tanggapan beragam dari kalangan mahasiswa. Termasuk diantaranya mahasiswa di Kota Lubuklinggau.
BACA JUGA:Lakukan Pemetaan Wilayah Rawan Narkoba, BNN-Pemkot-Polres Duduk Bersama
Seperti yang disampaikan Rah Zainal HR, mahasiswa Universitas Bina Insani Lubuklinggau, kepada Palembang Pos, Kamis 31 Agustus 2023.
Mahasiswa Fakultas hukum Universitas Bina Insani Lubuklinggau ini mengetahui informasi itu dari Chanel YouTube Kemendikbudristek.
Pada dasarnya dirinya sependapat dan setuju dengan keputusan Mendikbudristek yang tidak lagi menjadikan Skripsi sebagai syarat kelulusan bagi mahasiswa S1 dan D4.
BACA JUGA:Pengembangan Inclinator Untuk Pendukung dan Asset Pariwisata Mendapat Dukungan Legislatif
Karena menurut Zainal, hal ini akan mempermudah dan membantu mahasiswa dan perguruan tinggi dalam merancang proses bentuk pembelajaran dan keilmuan yang sudah dilampaui selama di perguruan tinggi menjadi tidak kaku.
Kendati demikian, diakui Zainal, keputusan tersebut tentu menimbulkan dampak positif dan negatifnya.
'Adanya opsi lulus kuliah tanpa skripsi bisa menimbulkan sejumlah kekurangan, salah satunya adalah disparitas atau perbedaan antar-perguruan tinggi," ujar mahasiswa Fakultas hukum ini.
BACA JUGA:Kemarau, Pesona Air Terjun Watervang Terancam Sirna
Namun hal itu menurutnya adalah suatu kewajaran tergantung kualitas kampus itu sendiri.
"Tentunya berdasarkan kajian yang matang dan berdasarkan pengalaman kualitas mahasiswa supaya ada kualitas yang terjaga," katanya.
Senada Epranika Prandita, mahasiswa dari kampus yang sama mengatakan jika aturan itu benar-benar diterapkan maka ada beberapa plus minus yang ditimbulkan.
BACA JUGA:Wacana Operasional Inclinator Untuk Umum Dapat Sambutan Positif Masyarakat
"Jika memang standarisasinya adalah luar negeri, maka di sana memang tidak ada lagi yang namanya pembuatan skripsi," kata Efran.
Namun lanjutnya, jika memang wacana penghapusan skripsi tetap dilakukan maka wajib dilakukan suatu kajian akademis yang serupa, tetapi tingkat kesulitannya tidak seperti skripsi.
"Karena ini penting dilaksanakan untuk menilai tolak ukur intelektualitasnya mahasiswa itu sendiri," tegasnya.
BACA JUGA:Calegnya Dicomot Hanura, Demokrat Berang dan Lapor Bawaslu
Dikatakan Efran, tidak dipungkiri selama ini pembuatan skripsi sudah menjadi ladang bisnis yang dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu untuk mengeruk keuntungan.
"Baik personal maupun dari pihak universitas itu sendiri," ungkasnya. *
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: