Dampak Jalan Batubara PT MMJ Kabupaten Muba: Masyarakat Hidup dalam Ancaman Debu Berbahaya

Dampak Jalan Batubara PT MMJ Kabupaten Muba: Masyarakat Hidup dalam Ancaman Debu Berbahaya

Pemekaran Wilayah Musi Banyuasin: Aspirasi dan Tantangan Pembentukan 3 Kabupaten Baru di Sumatera Selatan.-Palpos.id-Dokumen Palpos.id

SEKAYU, PALPOS.ID - Dampak Jalan Batubara PT MMJ Kabupaten Muba: Masyarakat Hidup dalam Ancaman Debu Berbahaya.

Diketahui Jalan Batubara atau Hauling yang dikelola PT Musi Mitra Jaya atau PT MMJ sepanjang ratusan kilometer itu sudah beroperasi sejak tahun 2017 yang lalu.

Bahkan, selain menyediakan jalan bagi perusahaan batubara di Kabupaten Musi Banyuasin atau Kabupaten Muba, PT MMJ juga menyediakan jalan itu untuk perusahaan batubara di Kabupaten Musi Rawas Utara atau Kabupaten Muratara.

Salahsatu perusahaan batubara di Kabupaten Muratara Provinsi Sumatera Selatan itu yakni PT Gorby Putra Utama atau PT GPU.

BACA JUGA:Ratusan Warga Desa Pulai Gading Keluhkan Debu Batubara Dermaga PT SBL dan PT MMJ

BACA JUGA:Demonstrasi Massa di Muba untuk Menyelesaikan Sengketa Batas dan Isu Lingkungan Akibat Penambangan Batubara

Alhasil dampak dari jalan batubara atau hauling milik MMJ itu, menyebabkan masyarakat beberapa desa di Kecamatan Bayung Lencir merasakannya.

Dimana, banyak masyarakat sejumlah desa mengalami penyakit, mulai dari batuk dan demam, hingga mengalami inpeksi saluran pernapasan akut alias ISPA.

Salahsatu warga yang terdampak debu jalan batubara PT MMJ itu, yakni Dewi, warga Dusun Berau Mati Desa Telang Kecamatan Bayung Lencir Kabupaten Muba.

Menurut Dewi, dirinya dan keluarganya sudah tinggal tepat di pinggir jalan batubara tersebut. Namun, hanya debu dan penyakit yang mereka dapatkan, karena tidak ada bantuan sama sekali dari PT MMJ selaku pengelola jalan batubara itu.

BACA JUGA:Angkutan Batubara Ilegal Kembali Diamankan Polres Muara Enim

BACA JUGA:Keluhkan Angkutan Batubara yang Parkir di Pinggir Jalan, Warga: Bikin Macet dan Lakalantas

‘’Sudah berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kami menghirup debu batubara ini Pak. Sebab, mobil batubara ini melintas 24 jam, dari pagi sampai malam,” tegas Dewi.

Diungkapkan Dewi, selama bertahun-tahun tidak ada kompensasi dari perusahaan batubara atau dari pengelola jalan batubara itu.

‘’Hendaknya meskipun tak ada bantuan sama sekali, minimal jalanan batubara ini dilakukan penyiraman secara rutin. Sehingga debu tidak berterbangan kemana-mana, kasihanilah msyarakat disini,” ungkap Dewi.

Ditambahkan Dewi, jika kemarau berlangsung beberapa bulan kedepan, masyarakat di sini bisa mati Pak. ‘’Kalau Kemarau Terus Masyarakat Bisa Mati,” tambah Dewi.

BACA JUGA:Ratusan Truk Batubara Nekat Terobos Massa di Jalinteng Baturaja

BACA JUGA:Ratusan Masyarakat Desa Paldas Portal Akses Jalan Perusahan Batubara

Sedangkan Kepala Desa Telang Aediy, melalui Sekdes Sukarno, membenarkan masyarakat dan perkebunan warga terdampak akibat debu jalan batubara tersebut.

‘’Masyarakat Desa Telang yang terdampak langsung itu ada di Dusun 3 Selaro, Dusun Berau Mati, dan Dusun Pakrin. Di RT 6 Dusun Berau Mati itu yang banyak terdampak,” jelas Sukarno.

Kemudian, sambung Sukarno, ada juga kebun-kebun warga terdampak, misalnya kebun sawit dan kebun karet. ‘’Karena kebun itu berada di pinggir jalan batubara. Kalau kebun jeruk dan pisang karena berada di dalam atau agak jauh dari jalanan batubara,” tambah Sukarno.

50 Persen Warga Desa Sindang Marga Melintasi Jalan Batubara

Sementara itu, 50 persen warga Desa Sindang Marga Kecamatan Bayung Lencir melintasi jalan batubara yang dikelola PT MMJ tersebut.

BACA JUGA:Tidak Sesuai Peruntukan, Mobil Boks Muatan Batubara Ilegal Diamankan

BACA JUGA:Parah, Angkutan Batubara Melanggar Kesepakatan, Tetap Melintas di Siang Hari

Sehingga banyak warga Desa Sindang Marga terdampak debu batubara. Khususnya warga Dusun 2 Desa Sindang Marga.

Demikian ditegaskan Kades Sindang Marga, Yusman, saat dikonfirmasi wartawan melalui telepon selulernya, beberapa hari yang lalu.

‘’Dampak dari debu jalan batubara ini kalau di Desa Sindang Marga khususnya di Dusun 2 jalan B80 yakni aktivitas Perusahaan batubara,” ungkap Yusman.

Dimana, kata Yusman, kalau panas debu jalan lari ke rumah warga. ‘’Dan kalau hujan ban mobil angkutan itu bawa tanah ke aspal, sehingga menyebabkan banyak terjadi kecelakaan,” kata Yusman.

BACA JUGA:3 Sikap Massa Koalisi Peduli Tambang Saat Datangi Kantor Bupati dan DPRD Musi Banyuasin

BACA JUGA:Pemekaran Wilayah Provinsi Jawa Tengah, Intip Potensi Tambang Menjanjikan Kemakmuran Rakyat Kabupaten Wonogiri

Diakui Yusman, jalan batubara itu khususnya di kawasan B80 atau kawasan Perkebunan Kelapa Sawit PT BPP alias Bumi Persada Permai, dampaknya bukan hanya di simpang pemukiman warga saja.

‘’Sebab, banyak juga aktivitas warga ke kebun, baik kebun sawit atau kebun karet melintasi jalan batubara tersebut,” jelas Yusman.

Dan lebih parahnya lagi, sambung Yusman, jalan itu ditimbun pihak pengelola dengan debu batubara yang ambil di PLTU. ‘’Sedangkan debu batubara itu belum pernah diuji lab, apakah berbahaya bagi masyarakat atau tidak,” sambung Yusman.

Kemudian izin amdal dari Dinas Lingkungan Hidup tak pernah ditunjukkan kepada pihak desa. ‘’Akibat jalanan yang ditambah dengan debu batubara itu membuat masyarakat kesulitan untuk melintas di jalan batubara atau hauling tersebut,” ujar Yusman.

BACA JUGA:Pemekaran Wilayah Provinsi Sulawesi Utara, Ternyata Segini Rata-rata Gaji Karyawan Tambang Emas Per Bulan

BACA JUGA:Pemekaran Wilayah Provinsi Sulawesi Utara, Tambang Emas Rakyat di Ratatotok Sudah Sejak Zaman Belanda

Untuk jumlah warga di Desa Sindang Marga yang terdampak debu batubara belum tahu pasti berapa banyak. Namun hampir 50 persen warga Desa Sindang Marga melintas jalan batubara itu, untuk aktivitas ke kebun dan lain sebagainya.

‘’Untuk penyiraman jalan yang dilakukan PT MMJ itu hanya dilakukan di dekat rumah warga. Kalau yang dijalan perbatasan desa atau jauh dari rumah warga tak pernah disiram. Bahkan, penyiraman jalan di dekat pemukiman warga itu paling dilakukan 1-2 kali sehari. Namun, terkadang sampai 2-3 hari tak ada penyiraman,” tegas Yusman.

‘’Setahu kami, jalan batubara itu mulai beroperasi sejak tahun 2012 yang lalu. Saat itu sudah ada dampaknya, tapi tak begitu parah. Karena waktu mobil yang melintas di jalan itu selama 24 jam atau tak pernah berhenti,” kata Yusman.

Karena aktivitas itu, minimal rumah dan kebun warga terkena debu batubara itu. ‘’Belum lagi penyakit yang dialami masyarakat akibat debu batubara tersebut,” tambah Yusman. *

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: